ngluru neng blog iki

Kamis, 03 Maret 2011

Kentongan yang Terlupakan

"siji-siji rojopati yo mas yo, loro-loro ono maling yo mas yo, telu-telu omah kobong..." waktu kecil, saat menjelang tidur saya sering dikidungkan oleh mbah saya lagu tersebut. Niatnya sih biar saya dapat cepat tidur, tetapi setiap mendengar lagu tersebut saya malah takut, lagu tersebut seperti mempunyai pesan mistis tersendiri. Lirik lagu tersebut sebenarnya adalah kode dari ketukan kentongan yang pakai orang untuk ronda di desa-desa jaman dulu.

Kentongan sendiri semula adalah suatu bentuk alat komunikasi sederhana masyarakat pedesaan yang digunakan untuk memberitahu para warga akan adanya suatu pengumuman.Kenthongan merupakan hasil karya orang-orang pendahulu kita sejak zaman dulu secara turun temurun yang diwariskan pada anak cucu dengan tujuan tertentu.Kentongan tersebut merupakan kearifan lokal bukti kejeniusan orang indonesia terdahulu, karena kentongan yang diketuk di satu desa,maka desa lain yang mendengarnya akan mengetuknya juga, sehingga pesan dapat tercover lebih luas. Hal ini menurut saya lebih efektif daripada mengirim sms satu persatu ke senua orang.

Di desa-desa keberadaan kenthongan sangat diidentikkan dengan sarana keamanan, dengan cara dithuthuk secara berkali-kali tetapi dengan gaya irama seperti orang menabuh bedug. Yang jelas menuthuk kentongan tidak asal sembarangan. Karena salah menbunyikannya akan membuat orang salah pengertian. Sebab suara kenthongan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung bagi antar warga.

Ada beberapa tanda bunyi kenthongan yang bisa diingat kembali.
1. Kenthong I ada tanda Rojopati.
2. Kenthong II ada tanda Pencurian
3. Kenthong III ada tanda Kebakaran
4. Kenthong IV ada tanda Banjir
5. Kenthong V ada tanda Hewan ilang

Namun dizaman modern ini, mendengar suara kentongan merupakan hal yang langka, apalagi di kota-kota besar. Mereka cukup membayar satpam yang menjaga komplek perumahan mereka. Ah biarlah...buat orang kota mungkin kentongan dianggap sebagai barang antik dan dipajang diruang tamu. Lebih baik saya mendengarkan lagu siji-siji rojopati lagi, setelah bertahun-tahun, lagu tersebutpun masih membuat bulukuduk saya berdiri. Tapi disitulah letak kenikmatannya...hahaha

[+/-] Selengkapnya...

The Catcher In The Rye

Novel ini masih di tangan Mark David Chapman ketika ia diciduk polisi setelah menembak mati John Lennon. Novel yang sama juga menjadi obyek obsesi calon pembunuh Ronald Reagan, dan konon juga oleh beberapa pembunuh berantai lain. Memangnya apa kisah yang dituturkan novel ini?

Novel ini diterbitkan pertama kali pada 1951 di Amerika Serikat, tempat kelahiran penulisnya, Jerome David Salinger. Pria kelahiran 1919 ini berayahkan Yahudi dan ibu berdarah Skotlandia. Dari ibunya yang berprofesi sebagai aktris inilah ia mewarisi darah seni dan menuntunnya menekuni bidang penulisan. The Catcher In The Rye adalah karya yang mengangkat nama dan reputasinya sebagai penulis.

Alkisah, adalah seorang remaja pria berusia enambelas tahun yang baru saja dikeluarkan dari sekolahnya karena tidak lulus ujian. Dari lima mata pelajaran yang diujikan, hanya satu saja yang lulus : Bahasa Inggris.

Holden Caulfield, anak yang tidak lulus itu, sebenarnya cukup cerdas. Terbukti ia diterima di Pencey Prep, sekolah paling favorit di Agerstown, Pensylvania. Pencey adalah sekolah entah ke berapa yang disinggahi Holden setelah ia dikeluarkan dari sekolah-sekolah sebelumnya dengan kasus yang nyaris sama.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Desember menjelang hari Natal. Sebenarnya, Holden masih punya waktu tiga hari lagi sebelum benar-benar harus hengkang dari Pencey. Namun, pertengkaran dengan teman sekamarnya, memaksa ia harus meninggalkan sekolahnya itu lebih cepat.

Dalam kebingungannya tak tahu harus ke mana – ia tak berani pulang ke rumah – Holden lantas terdampar dari satu penginapan ke penginapan lainnya, menghabiskan sisa uang sakunya di bar dan klub-klub malam dengan menenggak minuman keras serta ‘main perempuan’. Tingkahnya yang sok dewasa itu sering menimbulkan kelucuan atau malah keharuan. Ia membenci hampir semua orang dan segala hal dalam hidupnya, kecuali kedua orang adiknya : Phoebe dan Allie. Phoebe pulalah yang kemudian membuat Holden membatalkan niatnya untuk kabur dari rumah selamanya.

Kisah ini hampir seluruhnya disampaikan dalam bentuk monolog Holden yang dipenuhi umpatan dan caci-maki kepada semua orang dan segala hal : teman sekamarnya, kakaknya, kepala sekolahnya, film-film Hollywood, sekolahnya, pemain piano di bar, pemilik klub, dan apa sajalah. Dituturkan dalam bahasa percakapan sehari-hari yang ringan, akrab, dan gaul, sehingga kita seperti sedang mendengarkan curhat seorang sahabat yang berlagak tak pedulian, sok berani, namun jujur setengah mati.

Sesungguhnyalah, Holden tidak benar-benar seorang pemarah. Ia hanya berani mengumpat dan mengomel dalam hati. Terbungkus oleh sifat-sifat pemberangnya, sejatinya ia adalah sosok pribadi lembut yang rapuh serta gampang terharu oleh hal-hal kecil.

Konon, masa remaja adalah masa paling sulit dalam hidup seseorang. Masa-masa labil saat seseorang mencoba menemukan identitas dan jati diri. The Catcher In The Rye dengan sangat menawan memaparkan gejolak jiwa, emosi, mimpi-mimpi, serta soal betapa repotnya menjadi seorang remaja (Amerika) berusia enambelas tahun. J.D. Salinger berhasil menghidupkan karakter utama berikut peristiwa-peristiwa yang menyertainya.Novel tersebut mampu membuka mata dan lucu pada saat yang bersamaan. Lucu, karena kemarahan sekaligus kecerdasan Holden menjadikan persepsinya tajam namun juga tak terduga. Ketika jujur memandang dunia, ternyata ada Holden Caulfield dalam setiap diri kita. Tinggal masalah apakah kita lalu terbawa kemarahan, seperti yang terjadi pada para pembunuh itu Dan ia mengakhiri novel psikologi ini dengan sangat menyentuh, menerbitkan rasa haru.

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 01 Maret 2011

Restless Leg Syndrom (RLS)

Saat sedang kuliah, saya (selalu) bosan mendengarkan ceramah dosen. Saya pun menyibukkan diri, entah dengan corat-coret di buku binder kuliah atau memperhatikan teman-teman sekitar (jangan salah ya, saya emang hobi dalam memperhatikan sesuatu bahkan yang gag penting sekalipun). Dan yang paling aneh adalah ketika kita memperhatikan kaki-kaki temen kita. Ketika kita perhatikan. walaupun sedang duduk, tapi kaki teman-teman saya tetap bergoyang, tapi kenapa saya tidak? saya coba untuk ikut-ikut menggoyangkan kaki, tapi rasanya malah aneh. apanya yang salah?

Ternyata yang ada masalah adalah teman saya, hal tersebut dinamakan Restless Leg Syndrom (RLS)


. Restless legs syndrome (RLS) adalah kondisi di mana kaki anda terasa sangat tidak nyaman ketika anda duduk atau berbaring. Perasaan tidak nyaman ini akan hilang untuk sementara jika anda berjalan. RLS dapat membuat sulit tidur di malam hari dan membuat sulit ketika harus melakukan perjalanan dengan kendaraan.

Ilmuwan meyakini bahwa penyebab kondisi ini terjadi akibat ketidakseimbangan zat kimia pada otak (dopamine). Zat ini mengirimkan pesan untuk mengontrol gerakan otot.

Selain itu, faktor keturunan juga merupakan penyebab, khususnya jika kondisi ini terjadi ketika usia muda.
Kehamilan atau perubahan hormon dapat memperburuk tanda dan gejala untuk sementara waktu. Beberapa wanita mengalami RLS untuk pertama kali saat hamil, khususnya ketika tiga bulan terakhir.

Selain itu kondisi lain seperti peripheral neuropathy, gagal ginjal dan kurang zat besi (karena anemia maupun tidak) terkadang juga disertai RLS.

sumber : KOMPAS health

[+/-] Selengkapnya...